1/05/2013

Ketemu Uang, Mental Tidak Kuat

Itulah judul artikel ini, tampak nyeleneh tapi nyata. Para pejabat negeri ini, mereka yang punya kekuasaan, semakin dilanda penyakit laten korupsi.  Korupsi sudah sedemikian sistematis, hampir tak ada jabatan publik bersih korupsi.  Ya…..mereka yang punya kuasa dan jabatan itu amoral. Nyatanya, ketemu uang, mental mereka tak kuat. Terjadilah tindakan sistematis korupsi antara DPR-Pemerintah-Penegak Hukum dan pengusaha. Mereka menjalin kerja sama untuk bertindak haram. Mereka sedang membuktikan: bersama kita bisa korupsi, bersama kita bisa mengebiri hukum. Lanjutkan korupsi, stop tindakan bersih korupsi!
Anda masih ingat kasus Bank Century? Kasus itu sulit terkuak karena pihak yang terlibat begitu kuat. Anda masih ingat kasus Gayus tambunan? Dalam kasus itu, ada penegak hukum yang menjadi pesakitan. Kasus mencengangkan adalah kasus Nararuddin. Kasus itu tampak jalan di tempat. Kasus itu melibatkan banyak pihak. Ehmmm…..episode kasus Nazaruddin belum selesai, kita disodori kasus korupsi di Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Aha…eureka! Negeri ini negeri korupsi. Perhatikan syair laguku berikut:

Padamu negri, aku hamba duit
Padamu negri, aku mencuri  duit
Padamu negri, aku korupsi
Padamu negri, jiwa ragaku demi korupsi

Aneh bin ajaib, Presiden SBY hampir selalu menyuarakan bahwa pemerintahannya anti-korupsi. Presiden pernah berjanji untuk menjadi pribadi yang terdepan memberantas korupsi. Nyatanya, rumput yang tak punya akal pun dapat berkata: toh nihil tindakan! Tiada sinkronisasi antara kata dan tindakan. Tolong buktikan janji itu, segera! Sekadar pelipur lara, kuteruskan syair nyanyianku:

Aku rakyat, tak punya duit
Aku rakyat, biasa hidup terjepit
Aku rakyat, muak  kasus korupsi
Aku rakyat, go to hell korupsi!

Rakyat tak perlu lupa isi kampanye Partai Demokrat: “Katakan tidak pada korupsi”. Kita mesti tetap ingat janji kampanye yang tampak hanya sebatas slogan nihil pembuktian itu. Dengan tangan bergetar, kutuliskan apa yang terlintas dari dalam hatiku itu:

Saat kampanye, kuserukan: katakan tidak pada korupsi
Sebenarnya maksudku, bersama kita bisa korupsi
Saat kampanye, kuumbar janji anti-korupsi
Nyatanya, ada kader partaiku suka korupsi

Kasus korupsi semakin terbongkar gamblang. Tetapi,  penegak hukum seperti mandul menyelesaikannya. Hingga kini belum ada kasus yang tuntas sempurna. Semuanya serabutan tanpa menyentuh aktor intelektual. Ada banyak kasus hukum dibiarkan vakum. Ada banyak kasus korupsi diselesaikan dengan deal politik. Yah….itulah negeriku ini. Simaklah ungkapan hatiku berikut ini:

Saat kampanye kusuarakan: lanjutkan melayani
Sebenarnya maksudku, lanjutkan korupsi, stop tindakan bersih korupsi!
Saat ini kuserukan: untuk koruptor tak ada remisi
Sebenarnya maksudku, politik pencitraan diri

Kita akui, negeri ini adalah bangsa besar. Para pejabat semestinya sadar punya tanggung jawab besar. Nyatanya, mereka hanya punya nafsu besar mengorupsi uang Negara. Mereka punya nyali besar mencuri uang rakyat. Mereka itu, DPR, Pemerintah, Penegak hukum, bahkan penguasa. Nyatanya, mereka itu bersekongkol pengusaha. Mereka itu bertanggung jawab menyejahterakan rakyat. Nyatanya, mereka berlomba mengorupsi uang rakyat
Kita akui, negeri ini adalah pemeluk agama, umat beriman. Nyatanya, berita tindakan amoral, korupsi di segala lini, sepertinya sudah menjadi tontonan hampir setiap saat. Nyatanya, banyak yang beriman hanya ketika berada di Gereja, Mesjid, Vihara, atau tempat ibadat lainnya. Keluar dari sana, Tuhan mereka adalah uang. Uang memang Maha Kuasa bagi mereka.
Kita tidak rela negeri ini dihancurkan oleh para koruptor. Kita tidak sudi negeri ini porak-poranda oleh tindakan koruptif segelintir orang. Tetapi harapan itu menjadi kenyatan, jika DPR, Pemerintah, Penegak Hukum dan Pengusaha tidak tunduk pada uang. Semoga!

 Postinus Gulö adalah lulusan S-1 Ilmu Filsafat dan S-2 Ilmu Teologi Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.

KESEPAKATAN PARA TOKOH LINTAS AGAMA, TOKOH ADAT, DAN TOKOH PEMERINTAH SE-KEPULAUAN NIAS

Posted by postinus pada September 3, 2011
 
 
 
 
 
 
Rate This

Pada hari ini, Sabtu 3 September 2011, setelah kami bersama-sama mendalami makna nilai-nilai luhur (böwö) orang Nias, dan memahami banyak hal permasalahan di seputar pelaksanaan perkawinan Nias dalam Lokakarya Budaya bertemakan “Jujuran Perkawinan Nias Menyejahterakan Keluarga (Famalua Böwö Wangowalu Same’e Fa’ohahau Dödö),” yang berlangsung pada tanggal 1-3 September 2011 di Gedung Serba Guna St. Yakobus Gunungsitoli yang diprakarsai oleh Pusat Pastoral Keuskupan Sibolga, kami para tokoh lintas agama, tokoh pemerintah Kotamadya Gunungsitoli dan Kabupaten Nias, Kabupaten Nias Utara, Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Nias Barat, dan para perwakilan tokoh adat dari berbagai Öri se-Kepulauan Nias,

MENYEPAKATI:
1. Kami memahami böwö sebagai nilai-nilai luhur yang telah dipraktekkan nenek moyang orang Nias bahwa böwö adalah ungkapan kasih (masi-masi), amuata sisökhi, famolakhömi, sumange, nibe’e fao fa’ahele-hele dödö (pemberian penuh ikhlas hati), tenga nifaso ba tenga siso sulö (bukan dipaksa dan tanpa menuntut balasan).
2. Kami menyadari bahwa nilai-nilai böwö dipraktekkan dalam adat perkawinan di masing-masing Öri dalam bentuk aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam Fondrakö yang setiap Öri berbeda-beda. Namun selanjutnya dalam perjalanan sejarah, ternyata praktek adat perkawinan Nias menjadi lebih menekankan aturan-aturan, tambahan-tambahan pesta lainnya yang membutuhkan biaya besar di luar böwö, daripada nilai-nilai luhur (böwö) sehingga pelaksanaan adat perkawinan telah memberatkan kehidupan lahir batin keluarga baru. Akibatnya, praktek adat perkawinan terasa semakin jauh dari semangat nilai-nilai luhur (böwö) yang telah diwariskan nenek moyang orang Nias.
3. Agar generasi muda Nias di masa depan tetap memahami nilai-nilai luhur böwö, maka perlu pelaksanaan böwö dalam adat perkawinan di berbagai Öri dijiwai oleh semangat masi-masi (böwö) yang sejati sehingga pelaksanaan böwö dalam adat perkawinan Nias semakin memberdayakan dan memanusiakan pihak-pihak yang melaksanakannya.
4. Perlu adanya gerakan bersama antara tokoh pemerintah, tokoh agama, tokoh adat untuk mendorong seluruh elemen masyarakat untuk mulai menerapkan böwö perkawinan yang menyejahterakan keluarga baru. Misalnya, dalam suatu perkawinan pihak-pihak terkait: orangtua, paman, talifusö, banua, dan pihak terkait lainnya yang menerima böwö menerapkan sikap kasih (böwö) yang sama antara anak laki-laki dan anak perempuan dengan menjunjung tinggi azas keadilan dan kesamaan hak.
5. Untuk proses bertumbuhnya kesadaran baru akan nilai-nilai luhur böwö yang sesungguhnya pada semua lapisan masyarakat Nias, maka Lokakarya Budaya Nias ini merekomendasikan untuk disusunnya bahan pengajaran dan pembinaan bagi seluruh elemen masyarakat Nias: khususnya anak-anak, remaja, dan kaum muda dan hendaknya dijadikan bahan pengajaran muatan lokal di sekolah formal.
6. Untuk kesejahteraan keluarga baru Nias, maka perlu adanya penyederhanaan nilai material adat perkawinan Nias dan tahap-tahap pelaksanaan perkawinan tanpa menghilangkan nilai-nilai dan makna luhur setiap tahapan dalam adat perkawinan Nias. Misalnya, tahap pertunangan, famatö böwö, fangetu bongi dilaksanakan dalam satu waktu secara bersamaan. Dalam pelaksanaan setiap tahap dijiwai oleh semangat nilai-nilai luhur (böwö) yang sejati.
Demikianlah kesepakatan ini kami buat dengan penuh kesadaran demi kesejahteraan masyarakat Nias.

Tidak ada komentar: